NTT  

Gereja Tidak Boleh Jauh dari Realitas Sosial Para Umatnya

Pikiran mantan Gubernur NTT itu dikemukakannya dalam diskusi bertema provokatif: “Dapatkah Orang Miskin dan Orang Bodoh Masuk Surga”. Diskusi digelar di Gereja Bethel Indonesia Karisma BPD Provinsi NTT, di Jalur 40, Kota Kupang, Senin, 13 November 2023. Hadir 96 pendeta dan umat lain. Mereka mengkritisi ucapan Viktor Laiskodat.

Viktor Bungtilu Laiskodat mengawali presentasi tanpa teks itu, merunut sejarah gerakan perubahan di tubuh gereja pada abad 16 ketika Yohanes Calvin (1509-1564), teolog dan reformator Protestan melakukan gerakan perubahan.

Kupang, detakpasifik.com — Gubernur NTT periode 2018-2023, Dr. Viktor Bungtilu Laiskodat, S.H., M.Si  menandaskan bahwa gereja adalah institusi moral yang terpanggil untuk membebaskan umatnya dari aneka problem sosial. Bahkan gereja seharusnya menjadi tonggak gerakan pengubah situasi dan kondisi sosial. Karenanya, gereja tidak boleh jauh dari realitas sosial.

Gereja itu hidup dan terlibat di dalam seluruh pergumulan problem sosial para umatnya. Tugas perutusan gereja ialah pertama, mewajibkan dirinya untuk memahami seluruh konteks problem umatnya. Kedua, bersama para umat, gereja terlibat aktif menyelesaikan masalah agar kelak umat berubah menjadi lebih baik dalam semua aspek kehidupan. Pada gilirannya, umat itu sendirilah yang kemudian menjadi tokoh gerakan pengubah juga.

Inspirasi pikiran ini, menurut Viktor Laiskodat, bersumber dari panggilan dan seruan Sang Juru Selamat Yesus Kristus sendiri. Seruan itu dituangkan dengan terang melalui Matius 25:41-46 terkait penghakiman akhir. Memahami secara mendalam perikop Injil itu sebagai dasar untuk memahami tema diskusi.

Dalam Matius 25:41-46 disebutkan, … kemudian Ia akan berkata juga kepada mereka, yang di sebelah kiri-Nya: Pergilah dari pada-Ku, hai orang-orang yang terkutuk, ke dalam api penyalaan yang kekal, yang disediakan bagi Iblis dan malaikat-malaikatnya. Sebab Aku lapar, dan kamu tidak memberi Aku makan; Aku haus, dan kamu tidak memberi Aku minum; Aku adalah orang asing, dan kamu tidak menjamu Aku; Aku telanjang, dan kamu tidak memberi Aku pakaian; Aku sakit, dan Aku di penjara, dan kamu tidak menjenguk Aku.

Mereka menjawab: Tuhan, bilamana kami melihat Engkau lapar atau haus atau sebagai orang asing atau telanjang atau sakit atau di penjara dan kami tidak memberi pelayanan kepada-Mu? Lalu, Ia akan menjawab mereka, kata-Nya: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu tidak perbuat untuk salah satu dari salah satu yang paling hina, kamu tidak perbuat untuk Aku. Maka mereka pun akan pergi kepada hukuman yang kekal, tetapi orang-orang yang benar akan pergi kepada hidup yang kekal.

Teks ini, menurut Viktor tak hanya menemukan dinamika konteksnya, tetapi serentak dengan itu memancarkan ajaran moral dan etika sosial dari Yesus, yang menekankan pentingnya pelayanan kepada sesama sebagai bentuk pelayanan kepada Tuhan, apa pun mungkin posisi sosial atau status sosial orang Kristen dalam struktur sosial di medan dunia.

Baca juga:

Pembangunan Jalan Menuju Pembebasan Rakyat dari Penjara Jalan

Yesus menggambarkan bahwa pada hari penghakiman, orang dihakimi berdasarkan perbuatan-perbuatannya terhadap sesama, khususnya kepada mereka yang membutuhkan pertolongan. Entahkah Anda berperan sebagai pendeta, gubernur, bupati, kepala desa, atau rakyat biasa. Pelayanan sosial, kepedulian terhadap orang lapar, haus, asing, telanjang, sakit, atau yang di penjara, sebagai tindakan yang dilihat oleh Yesus sebagai tindakan terhadap-Nya sendiri.

Menghayati perikop Injil itu secara kritis dan aktual, menurut Viktor Laiskodat sebagai lukisan tentang cara gereja mengukir sejarah perubahan di tengah medan dunia. Perubahan itu formal menguat pada abad 16.  Perubahan dimulai di belahan Eropa. Lalu menjalar ke seluruh dunia hingga hari ini di sini.

Menilik perubahan itu, mantan Gubernur NTT yang sangat fenomenal dan kontroversial ini menyimpulkan, bahwa perubahan yang terjadi di seluruh dunia, termasuk perubahan di tubuh gereja, dilakukan oleh sedikit orang. Hal serupa pun terjadi di sektor dan organisasi sosial mana pun, termasuk di pemerintahan.

Para pelopor pengubah dunia itu, jumlahnya sedikit. Lainnya pengikut. Karenanya, dunia diubah, tidak membutuhkan banyak orang. Tetapi, sedikit orang yang memiliki tiga keutamaan yaitu  cerdas (1), peduli (2) dan berani (3).

Pikiran mantan Gubernur NTT itu dikemukakannya dalam diskusi bertema provokatif: “Dapatkah Orang Miskin dan Orang Bodoh Masuk Surga”. Diskusi digelar di Gereja Bethel Indonesia Karisma BPD Provinsi NTT, di Jalur 40, Kota Kupang, Senin, 13 November 2023. Hadir 96 pendeta dan umat lain. Mereka mengkritisi ucapan Viktor Laiskodat.

Panitia diskusi mengungkapkan kepenasaran para pendeta. Dikatakan, Viktor Laiskodat berulangkali berkata: Orang bodoh dan miskin itu sulit masuk surga. Mereka ingin “mendebatkan” hal itu secara dewasa, dalam terang cahaya teologis dan nuansa filosofis yang kental. Viktor Laiskodat tampak seperti “dikepung dan dikeroyok” para pendeta kritis yang menggugat apa pendasaran dari proposisi yang dikemukakan Viktor itu.

Gerakan perubahan

Viktor Bungtilu Laiskodat mengawali presentasi tanpa teks itu, merunut sejarah gerakan perubahan di tubuh gereja pada abad 16 ketika Yohanes Calvin (1509-1564), teolog dan reformator Protestan melakukan gerakan perubahan. Viktor mengakui, Calvin berperan penting dalam pengembangan gerakan Reformasi Protestan di Eropa pada abad ke-16.

Yohanes Calvin lahir di Noyon, Prancis, pada tahun 1509. Ia belajar hukum di Paris dan kemudian menemukan ajaran Reformasi Protestan melalui karya-karya Martin Luther dan gerakan Reformasi yang berkembang di Eropa.

Setelah menjadi Protestan, Pastor Calvin menghadapi penindasan terhadap para penganut Protestan di Prancis. Pada tahun 1533, ia pindah ke Basel, Swiss. Dia menulis karyanya yang terkenal, “Institutio Christianae Religionis” (Institusi Agama Kristen), yang merupakan pengantar teologis dan sistematis terhadap ajaran-ajaran Reformasi. Tetapi, teologinya membuahkan kontroversi. Ia terpaksa meninggalkan Prancis pada 1536. Di pengasingannya, ia terus menulis dan mengembangkan pemikirannya tentang doktrin teologis Reformasi.

Calvin kemudian menetap di Geneva, Swiss, pada 1536. Dia mendirikan sebuah komunitas yang didasarkan pada prinsip-prinsip teologi Reformasi. Calvin bekerja sama dengan Jean Calvin.  Mereka mengembangkan sistem gereja dan pemerintahan gereja yang kuat di Geneva. Calvin memainkan peran kunci dalam melaksanakan reformasi gereja dan masyarakat. Ia lalu mendirikan Akademi Calvin yang kemudian berkembang menjadi Universitas Geneva. Calvin juga memimpin penyusunan pengakuan iman, “Confessio Helvetica” yang memperkuat fondasi teologis gereja-gereja Reformasi Swiss.

Baca juga:

Ajaran Calvin berkembang dan mendapat pengaruh di seluruh Eropa, terutama di negara-negara seperti Skotlandia, Belanda, dan Inggris. Calvinisme memainkan peran signifikan dalam membentuk etika Protestan dan memengaruhi perkembangan politik dan sosial di beberapa wilayah. Yohanes Calvin meninggal tahun 1564 di Geneva.

Namun, pemikiran dan kontribusinya terus memengaruhi gereja-gereja Reformasi. Mendapatkan pengakuan luas dalam sejarah teologi Kristen. Calvinisme menjadi dasar bagi banyak denominasi Protestan, termasuk Reformed dan Presbyterian. Pergerakan Calvin di Eropa tidak hanya berpengaruh pada bidang agama, tetapi juga membentuk berbagai aspek kehidupan masyarakat dan politik pada zamannya serta memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan pemikiran teologis di abad berikutnya.

Menilik sejarah gerakan perubahan itu, menurut politisi Partai NasDem ini, semua orang Kristen seharusnya terpanggil untuk menjadi pengubah sosial yang mengarah dan terarah kepada kebaikan bersama.

“Jika kebaikan bersama itu adalah target kunci dari politik, maka gereja pun tidak boleh jauh dari politik. Gereja wajib berpolitik dalam pengertian moral yaitu terlibat dalam menggerakkan perubahan ke arah kebaikan bersama,” ujarnya yang disambut tepuk tangan riuh.

“Saya ingin diskusi terarah pada target jelas. Bahwa hanya orang yang memiliki pengetahuan luas dan kepedulian yang mulia terhadap sesama manusia dan alam serta keberanian yang tangguh tanpa takut dicemooh sajalah yang dapat memahami surga dalam konteks menemukan kebaikan bersama itu. Sangat sulit bagi saya untuk menerima bahwa kita keluar dari target,” tambahnya.

Saya juga percaya, gereja yang tidak mau menerima perubahan akan selalu terhambat dan bahkan gereja menjadi penghambat dalam gerakan perubahan sosial kemanusiaan. Saya selalu tidak bosan mengajak gereja agar tidak boleh jauh dari realitas sosial, karena gereja sebagai pusat gerakan perubahan. Gereja menjadi pelopor pertolongan terhadap manusia miskin.

Dia menambahkan, kitab suci tidak mungkin menulis semua hal detail. Injil tidak mungkin menulis semua konteks perubahan yang terjadi dari masa ke masa, tetapi kitab suci menulis inti target yaitu pembebasan atau keselamatan manusia melalui ilmu pengetahuan.

Ilmu pengetahuan sangat diperlukan untuk mengembangkan dan melayani dunia. Nah, orang bodoh dan miskin itu pasti sulit melihat dan tidak sanggup terlibat dalam gerakan pembebasan karena mereka itulah justru yang menjadi subjek yang mau diubah.

Kemiskinan itu pada dirinya sendiri adalah realitas negatif yang dari dirinya sendiri minta untuk diubah. Perubahan itu dapat ditempuh melalui jalan evolusi atau bahkan revolusi. Tujuannya apa? Untuk mencapai surga keselamatan umat manusia.

Itulah sebabnya, saya selalu mengatakan pengikut Yesus itu harus mempunyai ilmu pengetahuan yang luas dan dalam. Karena hal Kerajaan Surga itu bagai harta karun, harta tersembunyi, harta terpendam. Orang bodoh tidak mungkin tahu harta karun yang tersembunyi itu. Dibutuhkan ilmu pengetahuan.

“Memang saya akui, manusia itu tidak sempurna. Tetapi, manusia yang tidak sempurna itu dapat disempurnakan terus-menerus melalui jalan penguasaan ilmu pengetahuan, kepedulian terhadap sesama manusia serta keberanian mengambil tindakan konkret. Janganlah Anda takut dikritik atau dicemooh. Para pencemooh itu mungkin adalah bagian dari kumpulan orang tersisa yang patut ditolong karena mereka bodoh,” katanya.

Gereja pembebas

“Gereja itu pembebas umat manusia. Gereja harus menjadi pelopor perubahan dan pembebas manusia derita. Jadi, setiap individu dalam tubuh gereja harus menjadi juru selamat bagi yang lain. Siapa pun dia yang lain itu. Tidak peduli agama dan suku serta ideologi politiknya. Gereja yang maju adalah gereja yang melahirkan manusia independen, bukan gereja yang berbangga hampa hanya karena memiliki jumlah gedung dan umatnya banyak. Anehnya, banyak orang merasa sudah menjadi Kristen atau pengikut Yesus, tetapi tanpa melakukan apa-apa. Mereka merasa sudah menjadi pengikut Yesus hanya karena sudah dibabtis dan telah rajin pergi ke gereja. Padahal dalam pesan biblis sangat jelas dalam Matius 25:41-46. Yesus menempatkan diri-Nya menjadi manusia yang tidak layak, manusia hina dina yang dari-Nya berpesan supaya ditolong, dibebaskan dan atau diselamatkan,” urai Viktor panjang lebar.

Dijelaskannya pula, hubungan makna teks Matius 25:41-46 dengan teks Matius 13:44. Matius 13:44 adalah perumpamaan Yesus tentang harta terpendam atau harta karun.

“Kerajaan Surga itu seperti harta yang terpendam di ladang dan ditemukan orang. Lalu dengan sukacita ia pergi menjual segala miliknya dan membeli ladang itu.” Dalam perumpamaan ini, Yesus menggambarkan Kerajaan Surga sebagai sesuatu yang sangat berharga dan terpendam. Orang yang menemukan harta itu lalu dengan sukacita menjual semua yang dimilikinya untuk membeli seluruh ladang itu. Perumpamaan ini mengajarkan tentang nilai yang tinggi dari Kerajaan Surga dan perlunya melepaskan segala sesuatu untuk memilikinya. Ini menekankan komitmen dan pengorbanan yang dibutuhkan untuk mengikut Yesus dan menerima kerajaan-Nya. Ide utamanya adalah bahwa Kerajaan Surga adalah sesuatu yang begitu berharga sehingga nilainya melebihi segala sesuatu yang mungkin kita miliki di dunia ini. Lalu, apa saja harta karun itu?

Menurut Viktor Laiskodat, harta karun itu adalah lima hal yang diungkapkan dalam Matius 25:41-46. “Jika Anda-kalian mengurus hal-hal itu secara serius, maka itu jalan menuju ke surga. Itulah jalan menuju kebahagiaan, dan keselamatan,” ujar Viktor.

Sambil memberi sejumlah contoh praksis. Dikisahkannya mengapa lima tahun memimpin NTT, dirinya ngotot memperbaiki jalan provinsi rusak berat 906 km, menggalakkan tanam jagung untuk para petani di berbagai tempat, mendorong untuk memanen hasil laut dan pariwisata, menekan stunting dan lain-lain? Semua hal itu dilakukannya sebagai perwujudan dari semua metafora yang dinubuatkan dalam Matius 25:421-46 itu.

Menurut Viktor, refleksinya terhadap ajaran cinta kasih pun harus mewujud dalam tindakan “memberi”. Para pengikut Yesus itu adalah pemberi yang memberikan miliknya lebih banyak kepada sesamanya demi membebaskan mereka.

Baca juga:

“Dengan demikian, Anda akan benar ketika mencintai sesama seperti dirimu sendiri. Konkretnya adalah dengan memberi. Memberi waktu, memberi ilmu pengetahuan, memberi harta. Dasar tindakan itu adalah ajaran cinta kasih,” ujarnya.

“Iman tanpa perbuatan itu omong kosong. Bahkan harapan itu pun harus diwujudkan dalam perbuatan konkret. Iman yang sama tidak ditentukan oleh kesamaan agama. Melainkan oleh kesamaan penghayatan atas tindakan yang sama.”

Sedikitnya, 14 pendeta mengajukan gugatan kritis. Antara lain, Pdt. Hengki Koehuan, STH, Pdt. Daniel Gie, MTH, Pdt. Wilhelmus Raja, S.H., MTH,  Pdt. Maksen Mauk, SPd., MPd, Pdt. Eman Kase, S.Sos., Pdt. Edi Saragih, S.E., MA dan Pdt. Junus Andji.

Gugatan mereka nyaris sama. Lantaran tak ada teks yang eksplisit jelas tentang sulitnya orang bodoh dan malas masuk surga. Dalam teks, manusia mungkin benar bodoh dan malas, tetapi mereka setia dan percaya kepada Yesus. Teks itu tidak menyiratkan apa pun tentang kemungkinannya tidak masuk surga sebagaimana dituding Viktor Laiskodat.

Pdt. Hengki mengatakan, satu dari delapan sabda bahagia, dengan terang menyebutkan posisi orang miskin dalam kerajaan Allah. Teks itu tidak sesat. Tetapi itu teks terkait tindakan moral manusia sederhana melayani Tuhan. Jujur, setia, tidak berbuat dosa.

Pdt. Eman Kase, S.Sos menghajar Viktor Laiskodat. Ia menuding ucapan Viktor tanpa basis teologis dan filosofis yang jelas, apalagi variabel penentunya tidak ditemukan dalam teks, dan dalam studi teologi.

Viktor menjawab, percaya kepada Allah atau Tuhan itu artinya percaya kepada ajaran-Nya. Dan, ajaran Allah itu termanifestasi dalam seluruh ajaran Yesus. Siapa saja dari kita yang tidak teguh setia melaksanakan ajaran Yesus dalam relasi dengan sesama dan alam, maka sesungguhnya kita atau dia tidak percaya pada Tuhan sekaligus tidak mengakui ajaran Yesus.

Viktor berulang mengingatkan pentingnya menghayati sungguh-sungguh beberapa kutipan kitab suci di atas. Dia mengatakan, teks kitab suci tak hanya dihafal secara leterlek, tetapi dicermati seturut konteks melalui kerja konkret.

Pdt. Amy Hailitik, AMKR, berkomentar. Banyak ucapan dan tindakan Viktor Laiskodat yang belum sungguh dimengerti banyak orang, termasuk belum ditangkap jelas oleh para pendeta dan umat beriman. Tetapi, diskusi di GBI, merupakan salah satu cara konkret yang menyenangkan agar dialog kritis dilakukan tanpa sikap apriori, apalagi menuding.

Dialog dengan para pendeta, kaum cendekiawan atau komponen masyarakat itu adalah satu hal sangat baik, karena Pak Viktor ini memiliki banyak ide cemerlang. Tetapi, masyarakat menangkap sepotong, apalagi jika pesan ditangkap dengan sikap apriori yang tidak jujur.

“Saya justru baru menemukan pemimpin pemberani. Dia berani berkata lugas, terus terang dan jujur kepada siapa pun. Dia tidak takut mengambil risiko demi kepentingan rakyat. Itu artinya dia jujur dan tulus. Sayangnya, dia memimpin di tengah masyarakat yang kurang tulus. Mengapa dia tidak lagi mau memimpin NTT lagi. Pikirannya jauh ke depan, tetapi para pendengar atau penikmat ucapannya masih berjalan di seputar tempat bergaul. Saya berkesimpulan begitu,” komentar Pendeta Amy Hailitik usai diskusi berlangsung.

 

(dp/pr)